PendahuluanPada
kesempatan ini saya ditugasi untuk menelusuri dan menyampaikan hasilnya
dengan baik, mengenai kebudayaan Banten dari dulu. Sepintas
kelihatanannya memang mudah, tetapi sebetulnya sulit, karena penelusuran
diharapkan sesuai dengan harapan.
Meskipun demikian, boleh jadi, penelusuran dimaksud secara akademis
berarti sekedar penggambaran (deskripsi) mengenai keadaan tertentu.
Dalam bentuk pendeskripsian inilah saya mulai mencobanya.
Untuk
memperoleh sasaran deskripsi yang mengena, baik kiranya dalam melihat
kebudayaan Banten dimulai dari sejarah terbentuknya Banten. Ini
dimaksudkan untuk mempermudah mendefinisikan waktu, dulu dan kini. Dari
kapan dimulainya Dulu, tentu berkenaan dengan sejarah. Dalam tinjauan
sejarah mungkin ada perbedaan pendapat mengenai kapan Banten itu
dimulai. Tetapi ada satu hal, melihat kebudayaan Banten boleh jadi dari
dimulainya masa Kesultanan Banten, Maulana Hasanuddin (1552). Alasannya,
pada waktu itulah terjadi peristiwa kultural yang besar dan radikal
sebagai akibat dari kekuasaan Sultan yang Islam.
Berdasarkan
pandangan tersebut, cukup beralasan jika kita, bukan saja ada alasan
untuk menyatakan bahwa Banten itu ada secara kultural, tetapi juga
mempermudah penelusuran. Indikator yang dapat ditampilkan adalah,
tradisi kerajaan yang didominasi oleh Islam dan Jawa menjadi sentral
kebudayaan (Banten). Misalnya penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa
resmi keraton yang tentu saja “memaksa” masyarakat dan rakyat Banten
memahami dan memakainya, sementara bahasa merupakan salah satu unsur
kebudayaan. Demikian pula bisa diidentifikasi dan diukur dari
aspek-aspek yang lain yang merupakan unsur-unsur kebudayaan, termasuk
simbol-simbol yang diciptakan dan dititinggalkan.
Kebudayaan Banten
Banyak
para ahli mendefinisikan kebudayaan yang secara redaksional dan mungkin
substansial berbeda satu sama lain. Kaitan dengan upaya agar mudah
melihat kebudayaan Banten, konsep kebudayaan yang kiranya sederhana
ialah yang dikemukakan oleh Dr. Koentjaaningrat. Ia menyatakan bahwa
kebudayaan ialah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar. Definisi ini menunjukkan dengan jelas bahwa
kebudayaan itu meliputi dimensi gagasan (sebagai aspek ideal yang tidak
terlihat), dimensi perbuatan (tindakan) (sebagai aspek faktual yang
dapat dilihat), dan dimensi hasil karya (sebagai aspek fisik yang dapat
dilihat dan diamati berulang kali).
Dari ketiga dimensi tersebut
yang bisa dikenali secara langsung adalah kebudayaan pada dimensi fisik
dan perbuatan (kelakuan). Kemudian diperlukan juga kejelasan pada unsur
apa dua dimensi tersebut diamati. Yang paling mungkin ialah pada
unsur-unsur kebudayaan yang menurut Koentjaraningrat ada tujuh unsur,
yaitu:
Bahasa
Sistem Pengetahuan
Organisasi Sosial
Sistem Religi
Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Sistem Mata Pencaharian Hidup
Kesenian
Banten
sebagai komunitas kultural sebagaimana dinyatakan di atas, tentu dengan
kebudayaannya itu dapat diamati (ditelusuri) melalui unsur-unsur
kebudayaannya, khususnya melalui dan pada dimensi fisik atau kelakuan
(perbuatan). Unsur-unsur kebudayaan tersebut memang ada pada kebudayaan
Banten yang berarti bahwa Banten sebagai komunitas kultural adalah
benar. Pengamatan untuk ini dilakukan dengan melihat sisi-sisi tradisi
dan sisa-sisa peninggalan fisik (artefak) di Banten yang secara simbolik
dapat diinterpretasi. Apalagi sisa-sisa tradisi dan sisa-sisa
peninggalan fisik itu menurut Ambari, sarat dengan ciri dan pengaruh
Islam.
Kebudayaan Banten
Melalui unsur-unsur kebudayaan,
kiranya dapat digambarkan keberadaan Banten dari masa pertama dan
perkembangannya kini. Secara deskriptif dapat dikemukakan sbb:
Bahasa
Sebelum
kedatangan Syarif Hidayatullah di Banten bahasa penduduk yang pusat
kekuasaan politiknya di Banten Girang, adalah bahasa Sunda. Sedangkan
bahasa Jawa, dibawa oleh Syarif Hidayatullah, kemudian oleh puteranya,
Hasanuddin, berbarengan dengan penyebaran agama Islam. Dalam kontak
budaya yang terjadi, bahasa Sunda dan bahasa Jawa itu saling
mempengaruhi yang pada gilirannya membentuk bahasa Jawa dengan dialek
tersendiri dan bahasa Sunda juga dengan dialeknya sendiri. Artinya,
bahasa Jawa lepas dari induknya (Demak, Solo, dan Yogya) dan bahasa
Sunda juga terputus dengan pengembangannya di Priangan sehingga
membentuk bahasa sunda dengan dialeknya sendiri pula; kita lihat
misalnya di daerah-daerah Tangerang, Carenang, Cikande, dan lain-lain,
selain di Banten bagian Selatan.
Bahasa Jawa yang pada permulaan
abad ke-17 mulai tumbuh dan berkembang di Banten, bahkan menjadi bahasa
resmi keraton termasuk pada pusat-pusat pemerintahan di daerah-daerah.
Sesungguhnya pengaruh keraton itulah yang telah menyebabkan bahasa Jawa
dapat berkembang dengan pesat di daerah Banten Utara. Dengan demikian
lambat laun pengaruh keraton telah membentuk masyarakat berbahasa Jawa.
Pada akhirnya, bahasa Jawa Banten tetap berkembang meskipun keraton
tiada lagi.
Bahasa Jawa dimaksud dalam pengungakapannya
menggunakan tulisan Arab (Pegon) seperti ditemukan pada manuskript,
babad, dan dokumen-dokumen tertentu. Penggunaan huruf Arab (Pegon)
didorong oleh dan disebabkan karena:
Penggunaan aksara lama
terdesak oleh huruf Arab setelah Islamisasi. Huruf Arab menjadi sarana
komunikasi kaum maju, sedangkan aksara menjadi alat komunikasi kaum
elit/lama/feodal, ditambah pihak kolonial yang mengutamakan aksara
(jawa). Kaum maju tersebut adalah masyarakat pemberontak, atau
setidak-tidaknya tidak setuju dengan adanya penguasaan asing sehingga
huruf Arab dipergunakan sebagai sarana lebih aman dan juga rahasia. Di
lain pihak, terutama kaum lama, penggunaan huruf Pegon memberikan corak
Islam dalam tulisan yang tidak selalu bersifat Islam, sehingga lebih
aman beredar/mengisi permintaan rakyat.
Untuk mempermudah kajian
dan penelitian isi, terutama masalah-masalah hukum, huruf Arab lalu
disalin ke dalam tulisan (huruf) latin sebelum kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa lain, terutama Belanda. Bahasa Jawa dengan tulisan latin
itu merupakan perkembangan kemudian karena pada aslinya menggunakan
tulisan Arab. Demikian pula perkembangan perbendaharaan kata dipengaruhi
oleh lingkungan bahasa Sunda, bahasa Arab, dan bahasa lain. Pada jaman
penjajahan Belanda, ada juga pengaruh bahasa Belanda yang masuk ke dalam
bahasa Jawa, misalnya sekola, yang semula ginau. Pada perkembangan
sekarang, bahasa Jawa Banten ternyata juga dipengaruhi oleh bahasa
Indonesia; mungkin demikian seterusnya, tetapi bahasa ini akan tetap ada
sesuai dengan keberadaan pendukungnya.
Sistem Pengetahuan
Pengetahuan
manusia merupakan akumulasi dari tangkapannya terhadap nilai-nilai yang
diacu dan dipahami, misalnya agama, kebiasaan, dan aturan-aturan.
Pengetahuan manusia tidak berdiri sendiri melainkan berhubungan dengan
elemen-elemen lain, dan karena itu maka disebut sistem pengetahuan.
Salah satu (sistem) pengetahuan sebagai salah satu unsur kebudayaan
Banten adalah misalnya pengetahuan tentang kosmologi (alam semesta).
Pada fase perkembangan awal pengetahuan tentang kosmologi orang Banten
adalah bahwa alam ini milik Gusti Pangeran yang dititipkan kepada Sultan
yang berpangkat Wali setelah Nabi. Karena itu hierarchi Sultan adalah
suci.
Gusti Pangeran itu mempunyai kekuatan yang luar biasa yang
sebagian kecil dari kekuatannya itu diberikan kepada manusia melalui
pendekatan diri. Yang mengetahui formula-formula pendekatan diri untuk
memperoleh kekuatan itu adalah para Sultan dan para Wali, karena itu
Sultan dan para Wali itu sakti. Kesaktian Sultan dan para wali itu dapat
disebarkan kepada keturunan dan kepada siapa saja yang berguru
(mengabdi).
Pengetahuan yang berakar pada kosmologi tersebut
masih ada sampai kini sehingga teridentifikasi dalam pengetahuan magis.
Mungkin dalam perkembangan kelak tidak bisa diprediksi menjadi hilang,
bahkan mungkin menjadi alternartif bersama-sama dengan (sistem)
pengetahuan yang lain.
Organisasi Sosial
Yang dimaksud
dengan organisasi sosial adalah suatu sistem dimana manusia sebagai
mahluk sosial berinteraksi. Adanya organisasi sosial itu karena ada
ketundukan terhadap pranata sosial yang diartikan oleh Suparlan sebagai
seperangkat aturan-aturan yang berkenaan dengan kedudukan dan
penggolongan dalam suatu struktur yang mencakup suatu satuan kehidupan
sosial, dan mengatur peranan serta berbagai hubungan kedudukan, dan
peranan dalam tindakan-tindakan dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Di
antara bentuk organisasi sosial di Banten adalah stratifikasi sosial.
Pada awal di jaman Kesultanan, lapisan atas dalam stratifikasi sosial
adalah pada Sultan dan keluarganya/keturunannya sebagai lapisan
bangsawan. Kemudian para pejabat kesultanan, dan akhirnya rakyat biasa.
Pada perkembangan selanjutnya, hilangnya kesultanan, yang sebagian
peranannya beralih pada Kiyai (kaum spiritual), dalam stratifikasi
sosial merekalah yang ada pada lapisan atas. Jika peranan itu berpindah
kepada kelompok lain, maka berpindah pulalah lapisan itu.
Sistem Religi
Yang
dimaksud dengan sistem religi adalah hubungan antar elemen-elemen dalam
upacara agama. Agama Islam sebagai agama resmi keraton dan keseluruhan
wilayah kesultanan, dalam upacara-upacaranya mempunyai sistem sendiri,
yang meliputi peralatan upacara, pelaku upacara, dan jalannya upacara.
Misalnya dalam upacara Salat, ada peralatan-peralatannya dari sejak
mesjid, bedug, tongtong, menara, mimbar, mihrab, padasan (pekulen), dan
lain-lain. Demikian pula ada pelakunya, dari sejak Imam, makmum, tukang
Adzan, berbusana, dan lain-lain; sampai kemudian tata cara upacaranya.
Di
jaman kesultanan, Imam sebagai pemimpin upacara Salat itu adalah Sultan
sendiri yang pada transformasinya kemudian diserahkan kepada Kadi. Pada
perubahan dengan tidak ada sultan, maka upacara agama berpindah
kepemimpinannya kepada kiyai. Perkembangan selanjutnya bisa jadi berubah
karena transformasi peranan yang terjadi.
Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Kehidupan
masyarakat memang memerlukan peralatan dan teknologi. Memperhatikan
paralatan hidup dan teknologi dalam kebudayaan Banten, dapat diperoleh
informasinya dari peninggalan masa lalu. Salah satu diantaranya misalnya
relief, penemuan benda-benda arkeologis, dan catatan-catatan masa lalu.
Di jaman kesultanan, kehidupan masyarakat ditandai dengan bertani,
berdagang, dan berlayar termasuk nelayan. Dari corak kehidupan ini
terlihat bahwa peralatan hidup bagi petani masih terbatas pada alat-alat
gali dan lain-lain termasuk pemanfaatan hewan sebagai sumber energi.
Angkutan
dan teknologi pelayaran masih memanfaatkan energi angin yang karenanya
berkembang pengetahuan ramalan cuaca secara tradisional, misalnya dengan
memanfaatkan tanda-tanda alam. Demikian pula teknik pengolahan logam,
pembuatan bejana, dan lain-lain, memanfaatkan energi alam dan manusia.
Tentu saja aspek (unsur kebudayaan) ini secara struktural mengalami
perubahan pada kini dan nanti, meski secara fungsional mungkin tetap.
Sistem Mata Pencaharian Hidup
Gambaran
perkembangan mengenai hal ini untuk sejarah manusia, akan tersentuh
dengan kehidupan primitif, dari hidup berburu sampai bercocok tanam.
Hubungannya dengan kebudayaan Banten, sistem mata pencaharian hidup
sebagai salah satu unsur kebudayaan, terlihat dari jaman kesultanan.
Mata pencaharian hidup dari hasil bumi menampilkan adanya pertanian.
Dalam sistem pertanian itu ada tradisi yang masih nampak, misalnya
hubungan antara pemilik tanaman (petani) dan orang-orang yang berhak
ikut mengetam dengan pembagian tertentu menurut tradisi.
Dalam
nelayan misalnya ada sistem simbiosis antara juragan dan
pengikut-pengikutnya dalam usaha payang misalnya. Kedua belah pihak
dalam mata pencaharian hidup itu terjalin secara tradisional dalam
sistem mata pencaharian. Mungkin pula hubungan itu menjadi hubungan
kekerabatan atau hubungan Patron-Clien.
Pada masa kini kemungkinan
sistem tersebut sudah berubah, disamping karena perubahan mata
pencaharian hidup, juga berubah dalam sistemnya karena penemuan
peralatan (teknologi) baru. Demikian pula kemungkinan di masa yang akan
datang.
Kesenian
Kesenian adalah keahlian dan keterampilan
manusia untuk menciptakan dan melahirkan hal-hal yang bernilai indah.
Ukuran keindahannya tergantung pada kebudayaan setempat, karena kesenian
sebagai salah satu unsur kebudayaan. Dari segi macam-macamnya, kesenian
itu terdapat banyak macamnya, dari yang bersumber pada keindahan suara
dan pandangan sampai pada perasaan, bahkan mungkin menyentuh spiritual.
Ada
tanda-tanda kesenian Banten itu merupakan kesenian peninggalan sebelum
Islam dan dipadu atau diwarnai dengan agama Islam. Misalnya arsitektur
mesjid dengan tiga tingkat sebagai simbolisasi Iman, Islam, Ihsan, atau
Syari’at, tharekat, hakekat. Arsitektur seperti ini berlaku di seluruh
masjid di Banten. Kemudian ada kecenderungan berubah menjadi bentuk
kubah, dan mungkin pada bentuk apa lagi, tapi yang nampak ada
kecenderungan lepas dari simbolisasi agama melainkan pada seni itu
sendiri.
Arsitektur rumah adat yang mengandung filosofi kehidupan
keluarga, aturan tabu, dan nilai-nilai prifasi, yang dituangkan dalam
bentuk ruangan paralel dengan atap panggung Ikan Pe, dan tiang-tiang
penyanggah tertentu. Filosofi itu telah berubah menjadi keindahan fisik
sehingga arsitekturnya hanya bermakna aestetik.
Mengenai kesenian
lain, ada pula yang teridentifikasi kesenian lama (dulu) yang belum
berubah, kecuali mungkin kemasannya. Kesenian-kesenian dimaksud ialah:
Seni Debus Surosowan
Seni Debus Pusaka Banten
Seni Rudat
Seni Terbang Gede
Seni Patingtung
Seni Wayang Golek
Seni Saman
Seni Sulap-Kebatinan
Seni Angklung Buhum
Seni Beluk
Seni Wawacan Syekh
Seni Mawalan
Seni Kasidahan
Seni Gambus
Seni Reog
Seni Calung
Seni Marhaban
Seni Dzikir Mulud
Seni Terbang Genjring
Seni Bendrong Lesung
Seni Gacle
Seni Buka Pintu
Seni Wayang Kulit
Seni Tari Wewe
Seni Adu Bedug
Dan lain-lain
Kesenian-kesenian
tersebut masih tetap ada, mungkin belum berubah kecuali
kemasan-kemasannya, misalnya pada kesenian kasidah dan gambus. Relevansi
kesenian tradisional ini mungkin, jika berkenaan dengan obyek kajian
penelitian maka yang diperlukan adalah orsinilitasnya. Tetapi jika untuk
kepentingan pariwisata maka perlu kemasan yang menarik tanpa
menghilangkan substansinya.
Walaupun mungkin, secara umum
kesenian-kesenian tersebut akan tunduk pada hukum perubahan sehubungan
dengan pengaruh kebudayaan lain. Mungkin karena tidak diminati yang
artinya tidak ada pendukung pada kesenian itu, bisa jadi lama atau
tidak, akan punah. Karena itu, mengenai kesenian yang tidak boleh lepas
dari nilai-nilai Kebudayaan Banten, bisa jadi atau malah harus ada
perubahan kemasan.
Penutup
Banten sebagai komunitas
kutural memang mempunyai kebudayaannya sendiri yang ditampilkan lewat
unsur-unsur kebudayaan. Dilihat dari unsur-unsur kebudayaan itu,
masing-masing unsur berbeda pada tingkat perkembangan dan perubahannya.
Karena itu terhadap unsur-unsur yang niscaya harus berkembang dan
bertahan, harus didorong pula bagi pendukungnya untuk terus menerus
belajar (kulturisasi) dalam pemahaman dan penularan kebudayaan.
Kalau
boleh dikatakan, menangkap deskripsi budaya Banten adalah upaya yang
harus serius, kalau tidak ingin menjadi punah. Kepunahan suatu
kebudayaan sama artinya dengan lenyapnya identitas. Hidup tanpa
identitas berarti berpindah pada identitas lain dengan menyengsarakan
identitas semula.
Serang, 01 Juli 2004
Prof. Dr. H.M.A. Tihami, M.A.
Sumber : http://www.radarbanten.com
REDAKSI & TATA USAHA: GEDUNG GRAHA PENA Jl. TB Suwandi Lingkar Selatan Serang, Banten - Indonesia